Senin, 06 Mei 2013

asal usul monalisa

ASAL USUL sejarah MONALIS


DPS Mona Lisa merupakan sebuah karya agung lukisan Leonardo Da Vinci abad ke-15. Kini ia disimpan di Muzium Louvre, Paris, Perancis. Lukisan Mona Lisa popular kerana hasil seninya menampakan lukisan itu seperti bernyawa. Lukisan ini dilukis selama 4 tahun tetapi tidak pernah disiapkan selepas itu. Oleh itu, terdapat sedikit kecacatan pada lukisan ini yang mana subjek lukisan ini tidak mempunyai bulu kening dan lukisan latar belakang kelihatan terlalu pudar.

Lukisan ini merupakan antara lukisan potret yang pertama yang menggambarkan model di depan landskap bayangan pelukis dan Leonardo merupakan antara pelukis yang pertama yang menggunakan perspektif udara dalam lukisan

Senyuman misteri yang ditunjukkan Mona Lisa dalam lukisan potret terkenal karya Leonardo da Vinci akhirnya terungkap. Para akademik Jerman merasa yakin mereka telah berhasil memecahkan misteri yang telah berlangsung beberapa abad di sebalik identiti gadis cantik yang menjadi objek lukisan terkenal itu. Lisa Gherardini, istri seorang pengusaha kaya Florence, Francesco del Giocondo, telah lama dipandang sebagai model yang paling mungkin bagi lukisan abad 16 tersebut. Namun demikian, para sejarawan seni sering bertanya-tanya apakah mungkin wanita yang tersenyum itu sebetulnya kekasih da Vinci, ibunya atau artis itu sendiri.

Kini para pakar di perpustakaan Universiti Heidelberg menyatakan berdasarkan catatan yang ditulis pemiliknya dalam sebuah buku pada Oktober 1503 diperoleh kepastian untuk selamanya bahwa Lisa del Giocondo-lah model yang sesungguhnya dalam lukisan itu, yang merupakan salah satu lukisan potret terkenal di dunia. "Semua keraguan tentang identitas Monalisa telah pupus menyusul penemuan oleh Dr. Armin Schlechter," seorang pakar naskah kuno, kata perpustakaan itu dalam pernyataannya.

Hingga kini, hanya diperoleh bukti kurang meyakinkan dari berbagai dokumen abad 16. "Hal ini menciptakan ruang bagi berbagai interpretasi dan ada banyak identitas berbeda dikemukakan," kata perpustakaan itu. Catatan itu dibuat oleh Agostino Vespucci, seorang pejabat Florence dan sahabat da Vinci, dalam koleksi surat tulisan orator Romawi, Cicero. Tulisan dalam catatan itu membandingkan Leonardo dengan artis Yunani kuno Apelles dan menyatakan ia sedang menggarap tiga lukisan, salah satunya adalah potret Lisa del Giocondo.

Para pakar seni, yang sudah mengaitkan tahun pembuatan lukisan itu pada jaman abad pertengahan itu, menyatakan penemuan Heidelberg itu merupakan terobosan dan penyebutan sebelumnya menghubungkan istri saudagar itu dengan lukisan potret tersebut. "Tak ada alasan untuk terus meragukan bahwa potret ini adalah wanita yang lain," kata sejarahwan seni Universitas Leipzig, Frank Zoelner, kepada Radio Jerman


.[1]

Estetika

Perincian latar belakang (kanan)

Lukisan ini merupakan antara lukisan potret yang pertama yang menggambarkan model di depan landskap bayangan pelukis dan Leonardo merupakan antara pelukis yang pertama yang menggunakan perspektif udara dalam lukisan


.[2]

 Leonardo menggunakan bentuk piramid bagi meletakkan wanita itu di dalam lukisan. Tangannya yang berlipat membentuk sudut hadapan piramid. Dada, tengkuk dan muka berada dalam sinaran cahaya yang sama dengan tangannya. Cahaya memberi kesan geometri bulatan dan sfera kepada permukaan hidup di dalam lukisan.

Wanita yang penuh misteri ini digambarkan duduk di serambi terbuka dengan tiang-tiang gelap di kedua-dua belahnya. Di belakangnya terdapat landskap luas yang menghilang di gunung-gunung berais. Jalan berlengkung-lengkung dan sebuah jambatan yang jauh memberi hanya sedikit bayangan akan kehadiran manusia. Lengkung rambut serta pakaian wanita itu yang membelai rasa dibayangkan pada lembah dan sungai yang beralun di belakangnya. Garis bentuk yang kabur, bentuk tubuh yang lemah lembut, perbezaan ketara antara kecerahan dan kegelapan, dan perasaan keseluruhan yang tenang merupakan ciri gaya Leonardo.

Leonardo menggunakan formula mudah bagi model wanita yang duduk: yakni, gambaran Madonna yang tersebar luas pada masa itu. Beliau mengubah formula ini dengan berkesan bagi menimbulkan perasaan visual bahawa terdapat kejauhan di antara model dan pemerhati. Tempat letak tangan menjadi unsur pembahagi di antara Mona Lisa dan pemerhati.

Perincian tangan, tangan kanan terletak di atas tangan kiri. Leonardo memilih tanda ini dan tidak sebentuk cincin sebagai isyarat ynag Lisa seorang wanita berakhlak baik dan isteri setia

 

.[3Model duduk tegak dengan lengan berlipat, yang menggambarkan gaya dirinya yang berjauhan. Hanya tenungannya ditujukan kepada pemerhati dan beliau seakan mengalu-alukan komunikasi senyap ini. Perhatian ditarik kepada mukanya yang bersinar oleh sebab ia dikelilingi oleh unsur yang lebih gelap (rambut, vel, bayang-bayang). Wanita itu kelihatan seolah hidup — Leonardo mencapai kesan ini dengan cara baharunya yang tidak menggunakan garis bentuk yang hanya digunakan "dalam dua unsur: bahagian tepi mulut dan mata" (Gombrich), dengan ketara seperti yang digunakan sebelum (sfumato).

[4]
Tidak terdapat bayangan dialog intim di antara wanita itu dan si pemerhati seperti di dalam lukisan Portrait of Baldassare Castiglione ("Potret Baldassare Castiglione") oleh Raphael yang dilukis 10 tahun terkemudian, dan yang dipengaruhi oleh Mona Lisa.

Tidak punya alis bukan suatu hal yang aneh bagi perempuan masa kini yang gemar bersolek. Mencukur habis rambut di atas mata itu sengaja dilakukan agar mempermudah mereka melukis alis yang melengkung sempurna di pagi hari yang sibuk. Tapi Mona Lisa bukan perempuan masa kini. Istri pedagang dari Florentine yang dilukis oleh Leonardo Da Vinci itu hidup pada abad ke-16. Sehingga muncul berbagai pertanyaan mengapa wanita dalam lukisan itu sama sekali tak memiliki alis, bahkan bulu mata.

wajah monalisa

Beberapa peneliti menyatakan bahwa mencabuti rambut di wajah adalah praktek umum bagi wanita beradab pada masa itu. Sebab, rambut itu dianggap tak elok dilihat. Tentu saja penjelasan ini tak memuaskan banyak penikmat senyum wanita yang penuh tanda tanya itu. Pascal Cotte adalah salah seorang di antaranya. Warga Paris ini kerap bertanya-tanya mengapa Mona Lisa berbeda dengan lukisan sang maestro lainnya. Da Vinci selalu menggoreskan alis dan bulu mata pada semua lukisannya.


Karya Da Vinci yang paling terkenal ini memang bukan barang baru buat Cotte. Pada 1969, Cotte kecil meminjam kartu pass Metro milik ibunya dan pergi ke Museum Louvre untuk melihat sendiri apa yang disebut ibunya sebagai lukisan terindah di dunia. Bocah 11 tahun itu berdiri berjam-jam di depan lukisan etrsebut, sangat lama sehingga seorang penjaga museum menawarkan kursinya.


Sudah 35 tahun berlalu, Cotte--yang kini seorang insinyur teknik--kembali menghabiskan tiga jam di depan lukisan itu. Namun, kali ini ia membawa sebuah kamera raksasa dan izin untuk mengeluarkan lukisan itu dari bingkai dan kotak pengamannya. Foto-foto hasil jepretan Cotte, termasuk mata, mulut, dan tangan yang diperbesar 20 kali lipat, dipamerkan di Metreon, San Francisco, Amerika Serikat.


Foto mata yang diperbesar itulah yang akhirnya menjawab pertanyaan Cotte. Ketika meneliti foto itu, ia menemukan selembar rambut di dahi kiri Mona Lisa, bukti sesuatu yang dulunya alis. Ada kemungkinan alis ini hilang karena pigmen cat memudar atau terhapus gara-gara upaya restorasi yang ceroboh. "Saya adalah seorang insinyur dan saintis. Bagi saya, semua harus masuk akal," ujarnya. "Tidak masuk akal bahwa Mona Lisa tidak punya alis atau bulu mata. Saya menemukan selembar rambut alisnya."


Selain menemukan alis, Cotte menciptakan reproduksi yang disebutnya definisi tinggi yang paling akurat dari lukisan yang berumur 500 tahun itu. Berkat teknik pemindaian gambar 240 juta piksel yang memakai 13 spektrum warna, termasuk ultraviolet dan inframerah, Cotte bisa menampilkan warna asli lukisan itu ketika baru selesai dikerjakan Da Vinci.


Cotte mengatakan pemindaian digital ultradetail lukisan itu memungkinkan ia menggali secara efektif menembus tumpukan cat yang berlapis-lapis dan melihat wajah asli Lisa Gherardini, wanita dalam lukisan tersebut. "Cukup dengan satu foto, Anda bisa lebih mendalami konstruksi lukisan itu dan mengerti bahwa Leonardo adalah seorang jenius," kata Cotte dalam pembukaan pameran "Da Vinci: An exhibition of Genius" di San Francisco, Rabu lalu.


Kamera supercanggih yang lahir dari keahlian Cotte dalam bidang optik dan cahaya itu membantunya memeriksa lukisan yang menjadi obsesinya. Pria 49 tahun itu memperkirakan tak kurang dari 3.000 jam dihabiskannya untuk menganalisis data hasil pemindaian Mona Lisa yang dibuatnya di laboratorium Louvre pada tiga tahun lalu.


Sensor pendeteksi cahaya dari spektrum warna sampai inframerah dan ultraviolet yang tak terlihat mata manusia itu juga mengungkapkan berbagai detail yang hilang dari lukisan tersebut. Gambar zoom in ini membuat Cotte bisa melihat perubahan posisi tangan kanan istri Francesco del Giocondo itu, yang terletak persis di perutnya.


Sebelum Mona Lisa, tidak pernah ada lukisan potret dengan posisi tangan seperti itu. Meski tak mengetahui alasan Da Vinci, banyak pelukis yang meniru posisi tersebut.


Cotte menemukan pigmen yang berada di bawah pergelangan tangan kanan sama persis dengan gambar selimut yang menutupi lutut Mona Lisa. Hal itu menjelaskan bahwa lengan bawah dan pergelangan tangan tersebut memegang satu sisi selimut. "Pergelangan tangan kanan itu terletak jauh di atas perutnya," kata Cotte. "Tapi, jika dilihat lebih dalam memakai inframerah, Anda akan tahu bahwa ia memegang selimut dengan pergelangan tangannya."


Gambar inframerah itu juga mengungkapkan sketsa yang berada di bawah tumpukan lapisan cat dan pernis. Cotte menyatakan hal itu menunjukkan bahwa Da Vinci juga manusia. "Jika memperhatikan tangan kirinya, Anda bisa melihat posisi pertama jari jemarinya serta mengubah pikiran dan melukisnya dengan posisi lain," katanya. "Bahkan Da Vinci pun punya keraguan."


Hasil analisis Cotte juga mengungkapkan warna asli lukisan itu. Waktu, pernis, dan restorasi menyebabkan lukisan yang kini tersimpan di balik kaca antipeluru itu tampak penuh dengan warna hijau gelap, kuning, dan cokelat.


Namun, foto digital 22 gigabita yang dihasilkan 13 filter warna berbeda, bukan filter tiga atau empat warna yang biasa ditemukan dalam kamera digital pasaran, mengembalikan warna asli lukisan itu. Dalam bentuk aslinya, Mona Lisa memiliki warna biru terang dan putih cemerlang. "Bagi generasi mendatang, kami menjamin Anda akan bisa melihat warna asli lukisan itu," ujar Cotte.


Meski sejumlah sejarawan seni mengungkapkan skeptisisme atas temuannya, Cotte berharap teknik baru ini bisa digunakan sebagai panduan bagi restorasi beragam lukisan kuno di masa depan. Setelah memindai Mona Lisa, Cotte membuat foto dengan resolusi supertinggi dari 500 lukisan, termasuk karya Van Gogh, Brueghel, Courbet, dan pelukis Eropa lainnya. "Untuk mengkomunikasikan warisan budaya bagi anak-anak kita, kami perlu menyediakan informasi sebanyak-banyaknya," ujar Cotte.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Search Me

Blogger templates

Adele - Set Fire to the Rain

goyang ngebor