ASAL USUL sejarah MONALIS
DPS Mona Lisa merupakan sebuah karya agung lukisan Leonardo Da Vinci abad ke-15. Kini ia disimpan di Muzium Louvre, Paris, Perancis.
Lukisan Mona Lisa popular kerana hasil seninya menampakan lukisan itu
seperti bernyawa. Lukisan ini dilukis selama 4 tahun tetapi tidak pernah
disiapkan selepas itu. Oleh itu, terdapat sedikit kecacatan pada
lukisan ini yang mana subjek lukisan ini tidak mempunyai bulu kening dan
lukisan latar belakang kelihatan terlalu pudar.
Lukisan ini merupakan antara lukisan potret yang pertama yang
menggambarkan model di depan landskap bayangan pelukis dan Leonardo
merupakan antara pelukis yang pertama yang menggunakan perspektif udara
dalam lukisan
Senyuman misteri yang ditunjukkan Mona Lisa dalam lukisan potret
terkenal karya Leonardo da Vinci akhirnya terungkap. Para akademik
Jerman merasa yakin mereka telah berhasil memecahkan misteri yang telah
berlangsung beberapa abad di sebalik identiti gadis cantik yang menjadi
objek lukisan terkenal itu. Lisa Gherardini, istri seorang pengusaha
kaya Florence, Francesco del Giocondo, telah lama dipandang sebagai
model yang paling mungkin bagi lukisan abad 16 tersebut. Namun demikian,
para sejarawan seni sering bertanya-tanya apakah mungkin wanita yang
tersenyum itu sebetulnya kekasih da Vinci, ibunya atau artis itu
sendiri.
Kini para pakar di perpustakaan Universiti Heidelberg menyatakan
berdasarkan catatan yang ditulis pemiliknya dalam sebuah buku pada
Oktober 1503 diperoleh kepastian untuk selamanya bahwa Lisa del
Giocondo-lah model yang sesungguhnya dalam lukisan itu, yang merupakan
salah satu lukisan potret terkenal di dunia. "Semua keraguan tentang
identitas Monalisa telah pupus menyusul penemuan oleh Dr. Armin
Schlechter," seorang pakar naskah kuno, kata perpustakaan itu dalam
pernyataannya.
Hingga kini, hanya diperoleh bukti kurang meyakinkan dari
berbagai dokumen abad 16. "Hal ini menciptakan ruang bagi berbagai
interpretasi dan ada banyak identitas berbeda dikemukakan," kata
perpustakaan itu. Catatan itu dibuat oleh Agostino Vespucci, seorang
pejabat Florence dan sahabat da Vinci, dalam koleksi surat tulisan
orator Romawi, Cicero. Tulisan dalam catatan itu membandingkan Leonardo
dengan artis Yunani kuno Apelles dan menyatakan ia sedang menggarap tiga
lukisan, salah satunya adalah potret Lisa del Giocondo.
Para pakar seni, yang sudah mengaitkan tahun pembuatan lukisan itu
pada jaman abad pertengahan itu, menyatakan penemuan Heidelberg itu
merupakan terobosan dan penyebutan sebelumnya menghubungkan istri
saudagar itu dengan lukisan potret tersebut. "Tak ada alasan untuk terus
meragukan bahwa potret ini adalah wanita yang lain," kata sejarahwan
seni Universitas Leipzig, Frank Zoelner, kepada Radio Jerman
.[1]
Estetika
Perincian latar belakang (kanan)
Lukisan ini merupakan antara lukisan potret yang pertama yang
menggambarkan model di depan landskap bayangan pelukis dan Leonardo
merupakan antara pelukis yang pertama yang menggunakan perspektif udara
dalam lukisan
.[2]
Leonardo menggunakan bentuk piramid bagi meletakkan wanita itu di dalam
lukisan. Tangannya yang berlipat membentuk sudut hadapan piramid. Dada,
tengkuk dan muka berada dalam sinaran cahaya yang sama dengan
tangannya. Cahaya memberi kesan geometri bulatan dan sfera kepada
permukaan hidup di dalam lukisan.
Wanita yang penuh misteri ini digambarkan duduk di serambi terbuka
dengan tiang-tiang gelap di kedua-dua belahnya. Di belakangnya terdapat
landskap luas yang menghilang di gunung-gunung berais. Jalan
berlengkung-lengkung dan sebuah jambatan yang jauh memberi hanya sedikit
bayangan akan kehadiran manusia. Lengkung rambut serta pakaian wanita
itu yang membelai rasa dibayangkan pada lembah dan sungai yang beralun
di belakangnya. Garis bentuk yang kabur, bentuk tubuh yang lemah lembut,
perbezaan ketara antara kecerahan dan kegelapan, dan perasaan
keseluruhan yang tenang merupakan ciri gaya Leonardo.
Leonardo menggunakan formula mudah bagi model wanita yang duduk: yakni, gambaran Madonna
yang tersebar luas pada masa itu. Beliau mengubah formula ini dengan
berkesan bagi menimbulkan perasaan visual bahawa terdapat kejauhan di
antara model dan pemerhati. Tempat letak tangan menjadi unsur pembahagi
di antara Mona Lisa dan pemerhati.
Perincian tangan, tangan kanan terletak di atas tangan kiri. Leonardo
memilih tanda ini dan tidak sebentuk cincin sebagai isyarat ynag Lisa
seorang wanita berakhlak baik dan isteri setia
.[3Model duduk tegak dengan lengan berlipat, yang menggambarkan gaya
dirinya yang berjauhan. Hanya tenungannya ditujukan kepada pemerhati dan
beliau seakan mengalu-alukan komunikasi senyap ini. Perhatian ditarik
kepada mukanya yang bersinar oleh sebab ia dikelilingi oleh unsur yang
lebih gelap (rambut, vel, bayang-bayang). Wanita itu kelihatan seolah
hidup — Leonardo mencapai kesan ini dengan cara baharunya yang tidak
menggunakan garis bentuk yang hanya digunakan "dalam dua unsur: bahagian
tepi mulut dan mata" (Gombrich), dengan ketara seperti yang digunakan
sebelum (sfumato).
[4]
Tidak terdapat bayangan dialog intim di antara wanita itu dan si pemerhati seperti di dalam lukisan Portrait of Baldassare Castiglione ("Potret Baldassare Castiglione") oleh Raphael yang dilukis 10 tahun terkemudian, dan yang dipengaruhi oleh Mona Lisa.
Tidak
punya alis bukan suatu hal yang aneh bagi perempuan masa kini yang
gemar bersolek. Mencukur habis rambut di atas mata itu sengaja dilakukan
agar mempermudah mereka melukis alis yang melengkung sempurna di pagi
hari yang sibuk. Tapi Mona Lisa bukan perempuan masa kini. Istri
pedagang dari Florentine yang dilukis oleh Leonardo Da Vinci itu hidup
pada abad ke-16. Sehingga muncul berbagai pertanyaan mengapa wanita
dalam lukisan itu sama sekali tak memiliki alis, bahkan bulu mata.
Beberapa
peneliti menyatakan bahwa mencabuti rambut di wajah adalah praktek umum
bagi wanita beradab pada masa itu. Sebab, rambut itu dianggap tak elok
dilihat. Tentu saja penjelasan ini tak memuaskan banyak penikmat senyum
wanita yang penuh tanda tanya itu. Pascal Cotte adalah salah seorang di
antaranya. Warga Paris ini kerap bertanya-tanya mengapa Mona Lisa
berbeda dengan lukisan sang maestro lainnya. Da Vinci selalu
menggoreskan alis dan bulu mata pada semua lukisannya.
Karya
Da Vinci yang paling terkenal ini memang bukan barang baru buat Cotte.
Pada 1969, Cotte kecil meminjam kartu pass Metro milik ibunya dan pergi
ke Museum Louvre untuk melihat sendiri apa yang disebut ibunya sebagai
lukisan terindah di dunia. Bocah 11 tahun itu berdiri berjam-jam di
depan lukisan etrsebut, sangat lama sehingga seorang penjaga museum
menawarkan kursinya.
Sudah
35 tahun berlalu, Cotte--yang kini seorang insinyur teknik--kembali
menghabiskan tiga jam di depan lukisan itu. Namun, kali ini ia membawa
sebuah kamera raksasa dan izin untuk mengeluarkan lukisan itu dari
bingkai dan kotak pengamannya. Foto-foto hasil jepretan Cotte, termasuk
mata, mulut, dan tangan yang diperbesar 20 kali lipat, dipamerkan di
Metreon, San Francisco, Amerika Serikat.
Foto
mata yang diperbesar itulah yang akhirnya menjawab pertanyaan Cotte.
Ketika meneliti foto itu, ia menemukan selembar rambut di dahi kiri Mona
Lisa, bukti sesuatu yang dulunya alis. Ada kemungkinan alis ini hilang
karena pigmen cat memudar atau terhapus gara-gara upaya restorasi yang
ceroboh. "Saya adalah seorang insinyur dan saintis. Bagi saya, semua
harus masuk akal," ujarnya. "Tidak masuk akal bahwa Mona Lisa tidak
punya alis atau bulu mata. Saya menemukan selembar rambut alisnya."
Selain
menemukan alis, Cotte menciptakan reproduksi yang disebutnya definisi
tinggi yang paling akurat dari lukisan yang berumur 500 tahun itu.
Berkat teknik pemindaian gambar 240 juta piksel yang memakai 13 spektrum
warna, termasuk ultraviolet dan inframerah, Cotte bisa menampilkan
warna asli lukisan itu ketika baru selesai dikerjakan Da Vinci.
Cotte
mengatakan pemindaian digital ultradetail lukisan itu memungkinkan ia
menggali secara efektif menembus tumpukan cat yang berlapis-lapis dan
melihat wajah asli Lisa Gherardini, wanita dalam lukisan tersebut.
"Cukup dengan satu foto, Anda bisa lebih mendalami konstruksi lukisan
itu dan mengerti bahwa Leonardo adalah seorang jenius," kata Cotte dalam
pembukaan pameran "Da Vinci: An exhibition of Genius" di San Francisco,
Rabu lalu.
Kamera
supercanggih yang lahir dari keahlian Cotte dalam bidang optik dan
cahaya itu membantunya memeriksa lukisan yang menjadi obsesinya. Pria 49
tahun itu memperkirakan tak kurang dari 3.000 jam dihabiskannya untuk
menganalisis data hasil pemindaian Mona Lisa yang dibuatnya di
laboratorium Louvre pada tiga tahun lalu.
Sensor
pendeteksi cahaya dari spektrum warna sampai inframerah dan ultraviolet
yang tak terlihat mata manusia itu juga mengungkapkan berbagai detail
yang hilang dari lukisan tersebut. Gambar zoom in ini membuat Cotte bisa
melihat perubahan posisi tangan kanan istri Francesco del Giocondo itu,
yang terletak persis di perutnya.
Sebelum
Mona Lisa, tidak pernah ada lukisan potret dengan posisi tangan seperti
itu. Meski tak mengetahui alasan Da Vinci, banyak pelukis yang meniru
posisi tersebut.
Cotte
menemukan pigmen yang berada di bawah pergelangan tangan kanan sama
persis dengan gambar selimut yang menutupi lutut Mona Lisa. Hal itu
menjelaskan bahwa lengan bawah dan pergelangan tangan tersebut memegang
satu sisi selimut. "Pergelangan tangan kanan itu terletak jauh di atas
perutnya," kata Cotte. "Tapi, jika dilihat lebih dalam memakai
inframerah, Anda akan tahu bahwa ia memegang selimut dengan pergelangan
tangannya."
Gambar
inframerah itu juga mengungkapkan sketsa yang berada di bawah tumpukan
lapisan cat dan pernis. Cotte menyatakan hal itu menunjukkan bahwa Da
Vinci juga manusia. "Jika memperhatikan tangan kirinya, Anda bisa
melihat posisi pertama jari jemarinya serta mengubah pikiran dan
melukisnya dengan posisi lain," katanya. "Bahkan Da Vinci pun punya
keraguan."
Hasil
analisis Cotte juga mengungkapkan warna asli lukisan itu. Waktu,
pernis, dan restorasi menyebabkan lukisan yang kini tersimpan di balik
kaca antipeluru itu tampak penuh dengan warna hijau gelap, kuning, dan
cokelat.
Namun,
foto digital 22 gigabita yang dihasilkan 13 filter warna berbeda, bukan
filter tiga atau empat warna yang biasa ditemukan dalam kamera digital
pasaran, mengembalikan warna asli lukisan itu. Dalam bentuk aslinya,
Mona Lisa memiliki warna biru terang dan putih cemerlang. "Bagi generasi
mendatang, kami menjamin Anda akan bisa melihat warna asli lukisan
itu," ujar Cotte.
Meski
sejumlah sejarawan seni mengungkapkan skeptisisme atas temuannya, Cotte
berharap teknik baru ini bisa digunakan sebagai panduan bagi restorasi
beragam lukisan kuno di masa depan. Setelah memindai Mona Lisa, Cotte
membuat foto dengan resolusi supertinggi dari 500 lukisan, termasuk
karya Van Gogh, Brueghel, Courbet, dan pelukis Eropa lainnya. "Untuk
mengkomunikasikan warisan budaya bagi anak-anak kita, kami perlu
menyediakan informasi sebanyak-banyaknya," ujar Cotte.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar